Freight forwarding adalah salah satu jenis usaha yang erat kaitannya dengan kegiatan impor. Secara umum, freight forwarding merupakan jasa yang mengurus transportasi, baik penerimaan maupun pengiriman barang. Berdasarkan regulasi yang berlaku, bisnis ini dikenakan dua jenis pajak, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23. Bagaimana cara menghitung pajak-pajak tersebut? Berikut penjelasannya.

Mengenal Jasa Freight Forwarding

Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015, jasa freight forwarding adalah kegiatan yang bertujuan mewakili kepentingan pemilik barang dalam pengurusan berbagai aktivitas terkait pengiriman dan penerimaan barang melalui moda transportasi darat, laut, maupun udara. Kegiatan ini meliputi penerimaan, penyimpanan, pengepakan, pengukuran, penimbangan, pengurusan dokumen, klaim asuransi, serta penyelesaian tagihan terkait pengiriman barang hingga sampai ke tujuan.

Berdasarkan peraturan tersebut, usaha freight forwarding dibagi menjadi empat segmen utama:

  1. Pengusaha penyedia jasa kepabeanan (PPJK), yaitu entitas bisnis yang bertanggung jawab atas pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas nama importir atau eksportir.
  2. Jasa pengelolaan transportasi murni (JPT), yaitu layanan yang terkait dengan pengiriman barang ke berbagai lokasi, baik domestik maupun internasional, dari pengirim hingga pelabuhan atau bandara, tergantung pada karakteristik barang dan tujuan pengirimannya.
  3. Trucking, yaitu layanan transportasi barang melalui jalur darat menggunakan kendaraan truk.
  4. Pergudangan, yaitu layanan pengelolaan penyimpanan barang yang disediakan untuk klien sebelum didistribusikan kepada penerima akhir setelah tiba dari kapal.

Setiap segmen usaha ini memiliki aspek perpajakan tersendiri. Namun secara umum, semua layanan freight forwarding dikenakan dua pajak utama: PPN dan PPh 23.

Perhitungan PPN pada Jasa Freight Forwarding

Berdasarkan PMK No. 121/PMK.03/2015, jasa pengurusan transportasi yang dalam penagihannya mencakup biaya transportasi dikenakan PPN sebesar 11%. Namun, hanya 10% dari total tagihan yang dianggap sebagai jasa freight forwarding, sedangkan sisanya adalah biaya transportasi yang dibayarkan pengguna jasa.

Rumus PPN Freight Forwarding:

Tarif PPN × Nilai Lain sebagai DPP

11% × 10% = 1% 

Artinya, besaran PPN yang dikenakan pada jasa freight forwarding adalah sebesar 1% dari total tagihan.

Contoh Penghitungan PPN: PT Lintas Nusantara menerima pesanan jasa pengurusan transportasi dari PT Cahaya Timur dengan nilai transaksi sebesar Rp40 juta. Berikut cara menghitung PPN yang harus dibayarkan:

DPP = 10% × Nilai Transaksi 

DPP= 10% × Rp40.000.000 = Rp4.000.000

Selanjutnya, besaran PPN yang harus dibayarkan adalah:

PPN = 11% × DPP

PPN = 11% × Rp4.000.000 = Rp440.000

Jadi, PT Lintas Nusantara harus membayar PPN sebesar Rp440.000 kepada PT Cahaya Timur.

Baca lainnya: Mengenal Apa Itu Freight Forwarding dan Aspek Pajaknya

Perhitungan PPh 23 pada Jasa Freight Forwarding

Selain PPN, jasa freight forwarding juga dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 23 berdasarkan PMK No. 141/PMK.03/2015. Tarif PPh 23 yang dikenakan adalah sebesar 2% dari nilai bruto jasa.

Terdapat dua metode penagihan dalam jasa ini, yaitu:

  1. Metode Reimbursement: Pemilik jasa memberikan invoice dan bukti pembayaran yang telah mereka keluarkan untuk pihak ketiga. Dokumen ini bukan bagian dari jasa freight forwarding, sehingga tidak menjadi objek PPh 23.
  2. Metode Reinvoicing: Dalam metode ini, pengguna jasa akan memotong PPh 23 dari total tagihan, dan nilai DPP PPh 23 serta PPN harus sama.

Rumus Perhitungan PPh 23:

PPh 23 = Nilai Bruto × Tarif PPh 23

Jika pelaku usaha tidak memiliki NPWP, otoritas pajak akan mengenakan tarif PPh 23 sebesar 4%, yang merupakan dua kali lipat dari tarif normal.

Contoh Penghitungan PPh 23: PT Lintas Nusantara mengeluarkan invoice kepada PT Cahaya Timur dengan nilai transaksi Rp40 juta. Berikut perhitungan PPh 23 yang harus dibayarkan:

PPh 23 = Nilai Bruto × 2% 

PPh 23 = Rp40.000.000 × 2% = Rp800.000

Dengan demikian, PT Lintas Nusantara harus membayar PPh 23 sebesar Rp800.000 dan membuat bukti potong untuk PT Cahaya Timur.

Kewajiban e-Bupot

Sejak 1 Agustus 2020, setiap usaha freight forwarding yang dikenakan PPh 23 diwajibkan membuat bukti potong secara elektronik melalui aplikasi e-Bupot. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang bergerak di bidang ini wajib mematuhi ketentuan ini dalam rangka memenuhi kewajiban pelaporan pajak.

Kesimpulan

Freight forwarding merupakan jasa yang berkaitan dengan pengurusan transportasi barang dan dikenakan dua jenis pajak utama: PPN sebesar 1% dari total tagihan dan PPh 23 sebesar 2%. Penting bagi setiap pelaku usaha di bidang ini untuk memahami cara menghitung dan melaporkan kewajiban pajaknya dengan benar agar dapat memenuhi peraturan yang berlaku.

Jika Anda membutuhkan bantuan dalam mengelola perpajakan usaha Anda, tim ahli di Kantor Konsultan Pajak Ashadi dan Rekan siap membantu Anda!

KPP Ashadi dan Rekan

KKP ASHADI DAN REKAN merupakan bagian dari firma Ashadi dan Rekan yang berdiri di tahun 2015 dan telah mendapatkan izin dari Kementerian Keuangan KMK No. 84/KM.1/PPPK/2015, Tanggal 17 November 2015. Dalam menjalankan usahanya perusahaan memberikan pelayanan jasa konsultasi pada bidang konsultasi perpajakan, transfer pricing documentation, litigasi pajak dan training.

Hubungi Kami :

Hotline : +6221 22085079

Call/WA : +62 818 0808 0605

               +62 812 1009 8813

Email : info@kkpashadirekan.com