Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu sumber pendapatan yang krusial bagi negara dalam mendukung berbagai program pemerintah. PBB dikenakan atas kepemilikan atau penguasaan tanah dan bangunan yang memberikan manfaat ekonomi kepada pemiliknya. Memahami pajak ini sangat penting untuk memastikan kewajiban perpajakan terpenuhi dengan benar dan untuk menghindari sanksi yang mungkin timbul akibat ketidaktahuan.

Pengertian

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang dikenakan atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan atau manfaat ekonomi yang diperoleh dari kepemilikan atau penguasaan tersebut. “Bumi” dalam konteks ini mencakup permukaan bumi, baik itu tanah maupun perairan di dalam wilayah kabupaten atau kota. Sedangkan “bangunan” mengacu pada konstruksi teknis yang tertanam atau terletak secara tetap di atas tanah dan/atau air.

Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Subjek PBB dibedakan berdasarkan sektor yang mengelola pajak tersebut, yaitu:

  1. PBB Sektor Perkebunan, Kehutanan, dan Pertambangan (PBB-P3)

PBB-P3 adalah pajak yang dikenakan atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh individu atau badan untuk kegiatan usaha di bidang perkebunan, kehutanan, dan pertambangan. Pajak ini terpungut oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan yang teratur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 yang telah diperbarui dengan UU No. 12/1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

  1. PBB Sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)

PBB-P2 dikenakan atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh individu atau badan, kecuali untuk kegiatan usaha di bidang perkebunan, kehutanan, dan pertambangan. Pemerintah Daerah memungut PBB-P2 sesuai ketentuan dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRB).

Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Objek PBB mencakup berbagai jenis properti sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 77 ayat (2) UU PDRD. Beberapa contohnya termasuk:

  1. Jalan lingkungan dalam kompleks bangunan seperti hotel atau pabrik yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks tersebut.
  2. Jalan tol.
  3. Kolam renang.
  4. Pagar mewah.
  5. Tempat olahraga.
  6. Dermaga dan galangan kapal.
  7. Taman mewah.
  8. Fasilitas penyimpanan atau kilang minyak, air, dan gas, serta jaringan pipa minyak.
  9. Muara.

Objek yang Dikecualikan dari Pajak Bumi dan Bangunan

Menurut Pasal 77 ayat (3) UU PDRD, beberapa objek tidak terkenakan PBB, antara lain yaitu:

  1. Properti yang digunakan oleh pemerintah pusat atau daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan.
  2. Properti yang terpakai semata-mata untuk melayani kepentingan umum tanpa tujuan mencari keuntungan, seperti tempat ibadah, fasilitas sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan.
  3. Kuburan, peninggalan purbakala, hutan wisata, atau yang sejenisnya.
  4. Hutan lindung, cagar alam, hutan wisata, taman nasional, serta tanah negara yang belum memiliki hak atasnya.
  5. Perwakilan diplomatik dan konsulat menggunakan properti berdasarkan asas timbal balik.
  6. Badan atau perwakilan lembaga internasional yang terakui oleh peraturan Menteri Keuangan menggunakan properti tersebut.

Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan

Untuk menghitung PBB, pahami dasar pengenaan pajak, yaitu Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).

  1. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

Kementerian Keuangan menetapkan NJOP sebagai nilai rata-rata dari transaksi jual beli yang dilakukan secara wajar. Namun, jika transaksi jual beli tidak tersedia, menentukan NJOP berdasarkan perbandingan harga dengan objek sejenis, harga perolehan baru, atau nilai pengganti. Selain itu, nilai NJOP dapat bervariasi tergantung pada lokasi, pemanfaatan, dan kondisi lingkungan sekitar objek.

  1. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

NJOPTKP adalah batas nilai jual objek pajak yang bebas dari pajak. Besarannya teratur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 67/PMK.03/2021 tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak PBB. Dalam menghitung PBB yang terutang, kurangi NJOP terlebih dahulu dengan NJOPTKP. Berdasarkan PMK No. 23/PMK.03/2014, NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp12.000.000.

Kesimpulan

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah kewajiban perpajakan yang penting bagi pemilik tanah dan bangunan di Indonesia. Dengan memahami definisi, subjek, objek, serta dasar pengenaan pajak ini, wajib pajak dapat memenuhi kewajiban perpajakan mereka dengan tepat. Pengelolaan dan pembayaran PBB yang benar tidak hanya mendukung pembangunan daerah, tetapi juga membantu menghindari sanksi yang mungkin timbul akibat kelalaian dalam memenuhi kewajiban ini.

Baca Lainnya: Tarif dan Rumus Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Dapatkan pemahaman lebih mendalam tentang Pajak Bumi dan Bangunan dengan konsultasi ahli dari Kantor Konsultan Pajak Ashadi dan Rekan, untuk memastikan perhitungan PBB Anda tepat dan sesuai aturan.

KPP Ashadi dan Rekan

KKP ASHADI DAN REKAN merupakan bagian dari firma Ashadi dan Rekan yang berdiri di tahun 2015 dan telah mendapatkan izin dari Kementerian Keuangan KMK No. 84/KM.1/PPPK/2015, Tanggal 17 November 2015. Dalam menjalankan usahanya perusahaan memberikan pelayanan jasa konsultasi pada bidang konsultasi perpajakan, transfer pricing documentation, litigasi pajak dan training.

Hubungi Kami :

Hotline : +6221 22085079

Call/WA : +62 818 0808 0605

               +62 812 1009 8813

Email : info@kkpashadirekan.com