Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) merupakan salah satu bentuk pajak yang diatur oleh pemerintah Indonesia dan diberlakukan untuk badan usaha tertentu yang bergerak dalam kegiatan ekspor, impor, atau perdagangan barang. Selain itu, peraturan mengenai PPh Pasal 22 ini telah mengalami berbagai perubahan, dengan yang terbaru diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 92/PMK.03/2019. Selanjutnya, peraturan ini memperluas lingkup badan yang wajib memungut pajak, termasuk badan usaha yang melakukan penjualan barang-barang mewah.
Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22
PPh Pasal 22 adalah pajak yang dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu yang melakukan kegiatan perdagangan, terutama yang berkaitan dengan ekspor, impor, dan penjualan barang. Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) No. 36 tahun 2008, Pihak tertentu melakukan pemotongan atau pemungutan pajak PPh Pasal 22 terhadap wajib pajak. Sistem ini sedikit lebih kompleks dibandingkan jenis pajak lainnya karena melibatkan banyak pihak serta variasi objek pajaknya.
Pada umumnya, PPh Pasal 22 diterapkan pada perdagangan barang yang dianggap menguntungkan bagi kedua belah pihak, yaitu penjual dan pembeli. Pajak ini dapat dikenakan baik pada saat penjualan maupun pembelian barang. Seiring dengan kemajuan ekonomi, penerapan PPh Pasal 22 semakin meluas ke berbagai sektor.
Pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22
Pihak-pihak yang diwajibkan untuk memungut PPh Pasal 22 adalah badan-badan tertentu yang memiliki peran signifikan dalam perdagangan barang. Selanjutnya, beberapa pihak yang bertindak sebagai pemungut pajak ini meliputi:
- Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) berkenaan dengan impor barang.
- Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) – atas pembelian barang yang pemerintah pusat dan daerah lakukan.
- Badan Usaha Milik Negara (BUMN) – seperti PT Pertamina, PT PLN, dan bank-bank milik negara, atas pembelian barang untuk keperluan kegiatan usaha.
- Industri dan eksportir di sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan – membeli bahan dari pedagang pengumpul untuk kepentingan industrinya. Oleh karena itu, mereka juga termasuk dalam pihak yang terlibat dalam pemungutan PPh Pasal 22.
- Industri yang bergerak di sektor tambang – untuk pembelian komoditas tambang seperti batubara dan mineral.
Wajib Pajak Badan yang Memungut PPh Pasal 22
Selain badan pemerintah, beberapa perusahaan swasta juga wajib memungut PPh Pasal 22, terutama perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan barang mewah atau barang strategis. Badan usaha ini mencakup:
- Badan usaha di industri semen, kertas, baja, otomotif, dan farmasi – atas penjualan hasil produksi kepada distributor dalam negeri.
- Agen Pemegang Merek (APM) dan importir kendaraan umum bermotor – atas penjualan kendaraan bermotor dalam negeri.
- Produsen dan importir bahan bakar minyak dan pelumas – atas penjualan produk bahan bakar.
- Pedagang pengumpul dari sektor kehutanan, perkebunan, dan pertanian – yang menjual hasil kepada industri terkait.
Baca lainnya: Mengenal PPh Pasal 15: Objek, Subjek, dan Tarif yang Berlaku
Objek PPh Pasal 22
Barang yang termasuk dalam kategori sangat mewah menjadi objek PPh Pasal 22. Oleh karena itu, beberapa contohnya antara lain:
- Pesawat terbang pribadi serta helikopter pribadi
- Kapal pesiar, yacht, dan jenis kapal mewah lainnya
- Rumah beserta tanahnya dengan nilai jual atau pengalihan lebih dari Rp30 miliar atau memiliki luas bangunan lebih dari 400 meter persegi.
- Apartemen, kondominium, dan properti sejenisnya dengan nilai jual atau pengalihan melebihi Rp30 miliar atau luas bangunan lebih dari 150 meter persegi menjadi objek pajak. Oleh karena itu, properti ini harus terperhatikan dalam pemungutan PPh Pasal 22.
- Kendaraan bermotor roda empat untuk angkutan kurang dari 10 orang seperti sedan, jeep, SUV, MPV, minibus, dan lainnya, dengan harga jual di atas Rp2 miliar atau kapasitas silinder lebih dari 3.000cc
- Kendaraan bermotor roda dua atau tiga dengan harga jual di atas Rp300 juta atau kapasitas silinder lebih dari 250cc.
Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
Terdapat beberapa pengecualian dalam pemungutan PPh Pasal 22. Oleh karena itu, beberapa di antaranya adalah:
- Impor barang yang tidak terutang PPh, seperti barang yang masuk ke Kawasan Berikat atau Entrepot Produksi untuk Tujuan Ekspor (EPTE).
- Impor barang bebas bea masuk, seperti kiriman hadiah atau barang untuk tujuan ilmiah.
- Pembayaran barang yang dibebankan pada belanja negara/daerah di bawah Rp 2.000.000.
- Pembelian bahan bakar, listrik, gas, air, pos, dan telepon, yang juga dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22.
Kesimpulan
Pemerintah memberlakukan Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) untuk mendukung pengawasan dan pemungutan pajak pada perdagangan barang di Indonesia, khususnya di sektor bernilai tinggi atau strategis. Regulasi yang berlaku secara ketat mengatur penerapan PPh Pasal 22, namun beberapa jenis barang dan transaksi tertentu mendapatkan pengecualian. Perusahaan yang berperan sebagai pemungut atau yang dikenakan PPh Pasal 22 perlu memahami ketentuan ini dengan baik agar memastikan kepatuhan perpajakan yang tepat.
Jika Anda memerlukan bantuan dalam memahami dan mengelola kewajiban PPh Pasal 22, Kantor Konsultan Pajak Ashadi dan Rekan siap membantu Anda dengan layanan konsultasi pajak yang profesional dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
KPP Ashadi dan Rekan
KKP ASHADI DAN REKAN merupakan bagian dari firma Ashadi dan Rekan yang berdiri di tahun 2015 dan telah mendapatkan izin dari Kementerian Keuangan KMK No. 84/KM.1/PPPK/2015, Tanggal 17 November 2015. Dalam menjalankan usahanya perusahaan memberikan pelayanan jasa konsultasi pada bidang konsultasi perpajakan, transfer pricing documentation, litigasi pajak dan training.
Hubungi Kami :
Hotline : +6221 22085079
Call/WA : +62 818 0808 0605
+62 812 1009 8813
Email : info@kkpashadirekan.com